Selasa, 18 Maret 2014

Suku Mentawai (Sumatera Barat)



Suku Mentawai

Suku Mentawai terdapat di kepulauan Mentawai yang terdiri dari pulau-pulau yaitu Siberut, Sipora, Pagai Utara dan Pagai Selatan.
Secara geografis, letak kepulauan Mentawai berhadapan dengan Samudera Hindia. Jarak kepulauan Mentawai dari Pantai Padang lebih kurang 100 kilometer.  Secara turun temurun, suku Mentawai hidup sederhana di dalam sebuah Uma. Uma merupakan rumah yang terbuat dari kayu pohon. Arsitektur bangunan rumah Mentawai berbentuk panggung.

Manusia Suku Mentawai

Dalam beberapa pandangan tentang asal usul masyarakat Mentawai, ada yang mengatakan bahwa masyarakat Mentawai berada dalam garis orang polisenia. Menurut kepercayaan masyarakat Siberut, nenek moyang masyarakat Mentawai berasal dari satu suku/uma dari daerah Simatalu yang terletak di Pantai Barat Pulau Siberut yang kemudian menyebar ke seluruh pulau dan terpecah menjadi beberapa uma/suku.

Masyarakat Mentawai banyak tinggal di kampung-kampung. Kampung yang terletak di pinggir sungai pedalaman meski ada yang berada di pinggir pantai. Tiap kampung terdiri dari tiga sampai lima wilayah yang disebut perumaan, yang berpusat pada satu rumah adat yang besar atau Uma. Suatu Uma merupakan bangunan yang besar dan megah. Panjang Uma mencapai hingga 25 meter dan lebarnya berkisar 10 meter. Kerangka Uma terbuat dari kayu bakau, lantainya dari batang nibung, dinding rumahnya dari kulit kayu, sedangkan atapnya dari daun sagu. Fungsi dari Uma sendiri adalah sebagai balai pertemuan umum untuk upacara dan pesta adat bagi anggota-anggotanya yang semuanya masih terikat hubungan kekerabatan menurut adat.

Bentuk rumah masyarakat suku mentawai

Masyarakat Mentawai memiliki pandangan hidup, nilai-nilai atau norma yang menjadi landasan dalam praktek kehidupan sehari-hari. Pandangan hidup tersebut berlandaskan pada ajaran Arat Sabulungan. Masyarakat Mentawai mempercayai bahwa seluruh benda yang ada di dunia ini ada pemiliknya terutama benda tersebut yang menyangkut alam, hutan dan lingkungan. Maka sudah menjadi kewajiban untuk kita menjaga benda-benda tersebut. Masyarakat Mentawai menganggap bahwa manusia dan alam sama, dalam arti keduanya harus mendapat perlakuan yang sama. Manusia butuh makan, minum, perhiasan, ketenagaan, keserasian dan keindahan maka alam juga demikian.

Ajaran Arat Sabulungan dalam masyarakat Mentawai tercermin dalam perilaku dan sikap masyarakat yaitu  suka gotong royong, masyarakat Mentawai jujur dan pantang didustai, jika sekali mendustai dan tidak jujur terhadap masyarakat Mentawai maka mereka tidak akan percaya seumur hidup. Dalam hubungan sosial antara masyarakat Mentawai mereka hidup secara damai dan tidak mengganggu satu sama lain. Kerja sama dan solidaritas di dalam masyarakat Mentawai kuat.


Masyarakat Suku Mentawai dengan Tato khas Mentawai

Kebudayaan

Untuk menjabarkan kebudayaan suatu suku tertentu tentu tidak lengkap jika kita tidak membahas semua unsur utamanya, seperti sistem religi sampai kesenian.

A. Sistem Religi

Agama/kepercayaan masyarakat Mentawai adalah Arat Sabulungan. Arat berartiadat dan Sabulungan berarti bulu. Agama ini memiliki pandangan bahwa segala sesuatu yang ada, benda mati atau hidup memiliki roh yang terpisah dari jasad dan bebas berkeliaran di alam luas. Saat ini agama masyarakat Mentawai sudah bervariasi. Hal ini mengingat sudah banyak yang memeluk agama Islam atau Kristen. Dalam pemahaman masyarakat Mentawai bukan manusia saja yang memiliki jiwa.  Hewan, tumbuh-tumbuhan, batu, air terjun sampai pelangi, dan juga kerangka suatu benda memiliki jiwa. Selain jiwa, ada berbagai macam ruh yang menempati seluruh alam semesta, seperti di laut, udara, dan hutan belantara.

B. Sistem organisasi kemasyarakatan dan politik

Dalam hukum adat masyarakat Mentawai terdapat pandangan mengenai hutan. Masyarakat Mentawai memiliki kepercayaan bahwa kawasan seperti hutan, sungai, gunung, perbukitan, hutan, laut, dan rawa memiliki penjaga yaitu mahluk halus isebut lakokaina. Mereka yakin lakokaina ini sangat berperan dalam mendatangkan, sekaligus menahan rezeki.

Dalam melakukan kegiatan beerburu, pembuatan sampan, merambah/membuka lahan untuk ladang atau membangun sebuah uma maka biasanya dilakukan secara bersama oleh seluruh anggota uma dan pembagian kerja dibagi atas jenis kelamin. Setiap keluarga dalam satu uma membawa makanan (ayam, sagu, dll) yang kemudian dikumpulkan dan dimakan bersama-sama oleh seluruh anggota uma setelah selesai melaksanakan kegiatan/upacara.

Masyarakat Mentawai bersifat patrinial dan kehidupan sosialnya dalam suku disebut "uma". Struktur sosial tradisional adalah kebersamaan, mereka tinggal di rumah besar yang disebut juga "uma" yang berada di tanah-tanah suku. Seluruh makanan, hasil hutan dan pekerjaan dibagi dalam satu uma. Kelompok-kelompok patrilinial ini terdiri dari keluarga-keluarga yang hidup di tempat-tempat yang sempit di sepanjang sungai-sungai besar. Walaupun telah terjadi hubungan perkawinan antara kelompok-kelompok uma yang tinggal di lembah sungai yang sama, akan tetapi kesatuan-kesatuan politik tidak pernah terbentuk karena peristiwa ini. Struktur sosial itu juga bersifat egalitarian, yaitu setiap anggota dewasa dalam uma mempunyai kedudukan yang sama kecuali "sikerei" (atau dukun) yang mempunyai hak lebih tinggi karena dapat menyembuhkan penyakit dan memimpin upacara keagamaan.

C. Sistem Pengetahuan

Sejak dahulu masyarakat mentawai selalau memberikan pengetahuan secara turun temurun dari pendahulu mereka. Karena peradaban suku mentawai yang cenderung menutup dari modernisasi dunia luar jadi tentu saja yang diajarkan pada leluhur, orang tua kepada anak anaknya hanya seperti sitem religi mereka, cara berburu dan berladang.

D. Mata Pencaharian

Masyarakat Mentawai memiliki dua mata pencaharian utama, yaitu berburu dan berladang. Dimana dalam berburu mereka menggunakan peralatan seperti busur dan panah, dimana alat-alat tersebut dibuat sendiri dari kayu-kayu yang ada di hutan dengan cara-cara yang tradisional dan dilumuri dengan racun buatan mereka sendiri. Dalam berladang, khususnya dalam berladang sagu, suku Mentawai juga menggunakan peralatan-peralatan tertentu.  Seperti yang kita ketahui sebelumnya, dalam menanam sagu harus disertai dengan tahapan-tahapan tertentu. Seorang warga sedang berburu dengan busur dan panah, sambil mencoba mendengarkan suara buruan.

E. Sistem Teknologi dan Peralatan

Sistem Teknologi dan Peralatan Suku Mentawai bias dikatakan sangat amat tradisonal mereka masih memakai alat alat tradisioanal untuk berlandang, bertani, dan berburu dan tentu saja peralatan tersebut ialah peralatan yang meraka buat sendiri. Contohnya seperti, Busur dan Panah untuk berburu dan tegle, suki, lading, kampak untuk berladang.

Membawa busur dan panah sebagai alat berburu


F. Bahasa dan Literatur
                    
Bahasa Mentawai adalah bahasa serumpun Austronesia yang penuturan bahasa tersebut ada di masyarakat Mentawai, lepas pantai Sumatera Barat. Masyarakat penutur bahasa ini berjumlah sekitar 64.000 jiwa. Bahasa ini berkerabat dengan bahasa Nias di Kepulauan Nias, Enggano di pulau Enggano dan Devayan Lekon di pulau Simalur. Bahasa Metawai juga berkerabat jauh dengan rumpun bahasa Batak.

 Awal mulanya adalah para peneliti linguistik mengelompokkan bahasa Mentawai dalam rumpun bahasa Batak. Hal ini berdasarkan kemiripan bahasa Mentawai dengan Bahasa suku Batak lain. Saat ini, bahasa Mentawai dikelompokkan ke dalam rumpun Bahasa Pesisir Pantai Sebelah Barat Sumatera. Klasifikasi bahasa Mentawai adalah Proto Malayo-Polynesian.

G.  Kesenian

Kebudayaan Mentawai yang saya akan bahas kali ini ialah Seni Tato Mentawai. Orang Mentawai sudah menato badan sejak kedatangan mereka ke pantai barat Sumatera. Bangsa Proto Melayu ini datang dari daratan Asia (Indocina), pada Zaman Logam, 1500 SM-500 SM. Itu artinya, tato mentawailah yang tertua di dunia.
 Sebutan tato konon diambil dari kata tatau dalam bahasa Tahiti. Kata ini pertama kali tercatat oleh peradaban Barat dalam ekspedisi James Cook pada 1769. Menurut Encyclopaedia Britannica, tato tertua ditemukan pada mumi Mesir dari abad ke-20 SM. Tanda permanen yang dibuat dengan cara memasukkan pewarna ke dalam lapisan kulit itu, ditemui hampir di seluruh belahan dunia.

Dalam catatan Ady Rosa, 48 tahun, dosen Seni Rupa, Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat, tato Mesir baru ada pada 1300 SM. Menurut magister seni murni, Institut Teknologi Bandung (ITB) ini, orang Mentawai sudah menato badan sejak kedatangan mereka ke pantai barat Sumatera. Bangsa Proto Melayu ini datang dari daratan Asia (Indocina), pada Zaman Logam, 1500 SM-500 SM.
Salah satu kedudukan tato adalah untuk menunjukkan jati diri dan perbedaan status sosial atau profesi. Tato dukun sikerei, misalnya, berbeda dengan tato ahli berburu. Ahli berburu dikenal lewat gambar binatang tangkapannya, seperti babi, rusa, kera, burung atau buaya. Sikerei diketahui dari tato bintang sibalu-balu di badannya.
Kedudukan tato diatur oleh kepercayaan suku Mentawai, ‘’Arat Sabulungan’’. Istilah ini berasal dari kata sa (se) atau sekumpulan, serta bulung atau daun. Sekumpulan daun itu dirangkai dalam lingkaran yang terbuat dari pucuk enau atau rumbia, diyakini memiliki tenaga gaib kere atau ketse. Inilah yang kemudian dipakai sebagai media pemujaan Tai Kabagat Koat (Dewa Laut), Tai Ka-leleu (roh hutan dan gunung), dan Tai Ka Manua (roh awang-awang).

Proses Menato Suku Mentawai

Dalam kesimpulan Ady Rosa dan guru besar ITB, A.D. Pirous dan Primadi Tabrani mengenai penelitian mereka, tato Mentawai berhubungan erat dengan budaya dongson di Vietnam. Diduga, dari sinilah orang Mentawai berasal. Dari negeri moyang itu, mereka berlayar ke Samudra Pasifik dan Selandia Baru. Akibatnya, motif serupa ditemui juga pada beberapa suku di Hawaii, Kepulauan Marquesas, suku Rapa Nui di Kepulauan Easter, serta suku Maori di Selandia Baru.
Kesimpulan

Kita sudah bisa membayangkan betapa kaya ragam bangsa kita, Indonesia terdapat suku yang dianggap sebagai suku dengan seni Tato tertua didunia juga betapa kagumnya kita terhadap semua prinsip hidup dan adat istiadat mereka.

Ditengah-tengah apa yang disebut intervensi budaya luar, dengan kuatnya pemahaman system religi dan adat istiadat disana, budaya suku mentawai yang cenderung terkesan tidak individualis serta menonjolkan kehidupan beragama, kehidupan social, kebudayaan yang begitu mengagungkan pastilah terus bertahan. Tentu saja kita juga harus dan sangat perlu melindungi dan melestarikan suku suku yang ada di Indonesia karena dengan adanya keberagaman suku di Negara kita, kita belajar untuk bertolerasnsi terhadap suku budaya lain serta dapat mengenal ataupun mempelajari adat istiadat suku suku tersebut. Menurut Sensus BPS 2010 terdapat 1.340 suku bangsa di Indonesia. Dengan jumlah tersebut kita boleh bangga  akan keaneka ragaman budaya tersebut.




Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/id/culture/1134/suku-mentawai
              http://indonesia.go.id/
              http://indonesia.travel/
         Penelitian Budaya Tato Mentawai oleh: Ady Rosa dan guru besar ITB, A.D. Pirous dan  Primadi Tabrani








1 komentar:

  1. BetMGM Casino Mobile App - Mapyro
    The BetMGM Casino mobile app has many advantages. You'll 밀양 출장샵 find the 포항 출장마사지 most convenient and reliable website to 포항 출장안마 use 오산 출장안마 the BetMGM mobile app 남원 출장안마 for online gaming.

    BalasHapus