Kepingan Logam Saksi Bisu Monopoli Rempah Era Kolonialisme
Banda Neira, Maluku TengahSujalmo P Ndaru
KKN UNS 2018
Masih
teringat sekilas mata pelajaran sejarah masa sekolah walaupun kini sudah mulai
hilang bersamaan dengan bertambahnya usia dan hal-hal lainnya. Masih teringat
pula kata-kata para guru sejarah yang menyampaikan bahwa Indonesia pernah
terjajah oleh bangsa asing Portugis, Belanda, Inggris dan Jepang. Katanya
alasan kekayaan alam Indonesia yaitu rempah-rempah yang menjadi pemicunya tapi anehnya
dari seluruh penjelasan tersebut saya belum pernah mendengar kata Pulau Banda
Neira di masa sekolah bahkan baru-baru ini dalam masa perkuliahan saya
mendengar bahwa ada kepulauan di Indonesia yang ikut serta menjadi saksi bisu dan
bahkan saksi kunci terhadap keserakahan negara barat era kolonialisme. Tidak
seperti yang ada di pelajaran sejarah kala masa sekolah yang berkutat dengan
Batavia dan kota-kota lainnya yang ada di Jawa, Banda Neira menjadi kunci apa
yang sebenarnya menjadi motivasi para negara barat di era kolonialisme.
Salah
satu aktor penjajahan era kolonialisme waktu itu ialah Belanda yang ratusan
tahun menduduki Indonesia untuk meneksploitasi sumber daya alam. Indonesia
diincar dikarenakan kekayaan alam yang kita miliki sangat melimpah ruah dan
bernilai jual sangat tinggi. Pada kala itu, harga pala dan cengkeh di Eropa
melambung tinggi. Sehingga tujuan Belanda ingin menduduki Indonesia adalah
untuk mengeruk sumber daya alam tersebut sebanyak-banyaknya untuk dibawa pulang
dan dijual kembali. Jika membahas era kolonialisme negara barat tak jauh dari
paradigma kapitalisme, mungkin beberapa orang menyalahkan kapitalisme dan
menggapnya sebagai hal yang buruk tetapi tidak sepenuhnya seperti kapitalisme
dapat menyediakan barang dan jasa untuk semua orang yang mau menukarnya dengan
nilai. Hal yang salah adalah kapitalisme dengan monopoli perusahaan kapital
serta menggunakan kekerasan bahkan pembataian untuk mencapainya seperti yang
dilakukan oleh VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) atau Kongsi Dagang atau
Perusahaan Hindia Timur Belanda.
Hal
ini diawali dengan perdagangan bebas di Samudra Hinda, semula ide perdagangan
bebas di Samudra Hindia memang sepertinya berjalan dengan baik khususnya
mengenai rempah Portugis dan Belanda dapat melakukan transaksi perdangan dengan
lancar sampai pada tahun 1601 dimana kompetisi harga yang rendah serta harga
untuk membeli rempah-rempah di Indonesia meningkat dan juga tiba-tiba ada
berton ton, Jelaslah, sesuatu harus diselesaikan. Idealnya memang harga murah untuk
setiap orang, dan sebuah mekanisme pasar yang efisien. Tapi sesuatu terjadi di
dalam VOC yang mempunyai ide pemecahan masalah yang serakah. Tahun 1601,
Kesatuan Provinsi atau Belanda yang diatur secara nasional oleh badan
perwakilan yang bertemu di Hague, menyebutnya Negara Umum, Meskipun
masing-masing provinsi sebagian besar mengatur diri sendiri, dan pemimpin
Negara Umum mampu meyakinkan seluruh provinsi untuk menerima satu keputusan
untuk memonopoli perdagangan di India Timur (Indonesia. Perusahaan baru ini
atau VOC, dijalankan oleh 17 anggota yang disebut The Heeren XVII dan para
Direktur seharusnya mengontrol seluruh carteran dengan kekuatan menyewa
orangnya sendiri dan juga upah perang. Pada dasarnya mengoperasikan sendiri
negara jajahannya, dengan kekuatan yang menggunakan kekerasan itu dibutuhkan
untuk membangun dan memelihara kekuatan perdagangan, seperti kata pengarang
Stephen Bown "VOC pada dasarnya mengoperasikan negara dalam negara".
Pada tahun-tahun ini hamper semua negara menggunakan konsep yang sama seperti
belanda seperti halnya Portugis dan Inggris tetapi kuat sistem VOC yang efisien
membuat nilai perusahaan VOC menjadi tinggi mengivestasikan hasil rempah
menjadi surat obligasi dan bahkan banyak pula warga negara belanda yang
mempunyai saham di bidang rempah-rempah padahal di negara mereka tidak ada yang
menanam rempah dan membuat hal ini Belanda semakin besar kepala.
Sistem
keuangan Belanda, dan perusahaanya benar-benar lebih baik dari para kompetitor
dan itulah mengapa menyita saham milik "singa" dari perdagangan tapi
ini belum seberapa Seperti, satu alasan lain VOC sukses adalah dukungan dan
sentralisasi pemerintah VOC telah di sewa oleh Negara, dan dapat dihitung oleh
pemerintah Belanda untuk mengembalikan dengan uang dan dukungan militer itu
keuntungan lain bila didukung oleh pemerintahan, yang mana sulit kompetitor
untuk muncul, karena tidak didukung pemerintah. Contohnya di Indonesia VOC
punya satu pemerintahan umum sementara perusahaan Inggris hanya mengumpulkan
dari pos perdagangan, yang berkompetisi dengan yang lain.
Tahun
1605, VOC menyadari bahwa jika ingin memaksimalkan keuntungan, maka harus
memonopoli perdagangan rempah dunia, dan untuk melakukannya, mereka butuh
markas yang permanen di Indonesia, Mulanya, mereka mendapat rempah dengan
membeli dari masyarakat yang menanamnya khususnya masyarakat pulau Banda, yang
hanya satu-satunya tempat pala tumbuh pada waktu itu. Tapi lagi-lagi
perdagangan dengan cara yang wajar dan adil bukan jalan untuk memaksimalkan
keuntungan Awalnya Orang Banda menyambut kedatangan Belanda,karena mereka lebih
santai dan halus soal agama daripada Portugis, tapi dengan cepat Belanda menipu
mereka untuk menandatangani perjanjian perdagangan eksklusif, yang mana orang
Banda sering melanggar dan ketika dilanggar orang Banda tidak terima dan
mengatakan bahwa pala ini untuk di perdagangkan lalu membunuh 47 tentara
Belanda dan terjadilah perselisahan dimana Belanda membunuh lebih banyak orang
Banda, yang tentu lebih lemah dan setuju pada perjanjian monopoli Pala dengan
Belanda. Dan setelah semua ini, Tahun 1612 Jan Pieterszoon Coen mendominasi
Indonesia.
Setelah
semua ini, Tahun 1612 Jan Pieterszoon Coen mendominasi Indonesia Dia seorang
akuntan terlatih, tapi juga pemimpin militer yang kejam, yang bertanggung jawab
terhadap monopoli Belanda untuk perdagangan rempah, dan hubungan dengan Inggris
menjadi sangat buruk dan juga bertanggung jawab atas kejahatan kemanusiaan.
Coen mengubah kebijakan VOC, jauh dari
memajukan perdagangan dan menuju monopoli penuh terhadap perkapalan dan
produksi. Dia juga menjelaskan bahwa perdagangan ini didasarkan atas kekuatan
militer. Dia menulis :"Yang Mulia menurut pengalaman bahwa perdagangan di
Asia harus dijalankan dan dipelihara dibawah perlindungan dan disarankan
menggunakan senjata sendiri, dan senjata itu haruslah dibayarkan dari
keuntungan perdagangan, jadi kita tidak bisa menjalankan perdagangan tanpa
perang. atau tak ada perang tanpa perdagangan"
Kejadian
itulah yang menjadikan Pulau Banda menjadi saksi kunci alasan VOC mngeruk dan
menjadikan Indonesia sebagai rumah produksi untuk perusahaan mereka dengan
embel-embel perdagangan bebas VOC dibantu dengan pemerintah Belanda dengan
mudahnya mengeksploitasi rempah-rempah di Indonesia. Di pulau Banda sampai saat
ini masyarakat Banda masih menanam Pala sebagai sumber mata pencaharian. Tetapi
ada kejadian unik selain Pala dan Benteng di sana yaitu penemuan koin-koin VOC
yang ada di Pulau Banda. Saya bertemu dengan Bapak Sulaiman beliau adalah
seorang pegiat pariwisata yang tinggal di Lonthoir tujuan kami ialah untuk
mencoba cita rasa Kopi Pala dan melihat koleksi koin kuno milik Bapak Sulaiman.
Beliau sangat berpengalaman dalam membimbing turis lokal maupun mancanegara
atau bahkan mengantar para ahli sejarah dan arkeolog yang sedang melakukan
penilitian di Banda khususnya Lonthoir. Berbekal pengalaman dan relasi beliau
sampai ke Negeri Kincir Angin bersama turis dan relasi beliau. Banyak cerita
yang kami bicarakan saat itu, hobi beliau mencari koin kuno Indonesia,
Portugis, dan VOC Belanda yang bernilai jual tinggi. Koin tersebut memiliki
tahun yang amat beragam dan sangat dicari-cari oleh para kolektor dengan harga
yang cukup tinggi mulai dari 200.000 rupiah sampai harga 1.200.000 rupiah.
Bapak Sulaiman mencari koin di hutan pala dan didekat tempat-tempat pengasapan
pala kuno yang sudah tidak terpakai. Menurut beliau koin akan lebih mudah di
temukan pasca turun hujan pantulan air dan logam membuat koin lebih mudah
terlihat. Sampai sekarang Beliau mempunyai sekitar 150 lebih koin peninggalan
kolonialisme tersebut. Beliau merawat koin tersebut dengan di bilas air cuka
dan disimpan ditempat yang halus agar permukaan koin tidak cepat pudar karena
cetakan permukaan koin tersebutlah yang menjadi saksi bisu perdagangan rempah
atau khususnya pala di era kolonialisme.
Sumber:
Stephen R. Bown. Merchant Kings: When Companies Ruled the World, 1600-1900. New York. St. Martin’s Press. 2009.
Kolektor Koin Kuno Desa Lonthoir Banda Neira
William J. Bernstein, A Splendid Exchange: How Trade Shaped the World. Grove Press. 2008
Sumber:
Stephen R. Bown. Merchant Kings: When Companies Ruled the World, 1600-1900. New York. St. Martin’s Press. 2009.
Kolektor Koin Kuno Desa Lonthoir Banda Neira
William J. Bernstein, A Splendid Exchange: How Trade Shaped the World. Grove Press. 2008